Malaria adalah penyakit menular akibat parasit plasmodium melalui gigitan nyamuk Anopheles. Penyakit ini paling banyak terjadi di daerah tropis dan subtropis di mana parasit Plasmodium dapat berkembang baik begitu pula dengan vektor nyamuk Anopheles. Daerah selatan Sahara di Afrika dan Papua Nugini di Oceania merupakan tempat-tempat dengan angka kejadian malaria tertinggi. Ada 4 jenis plasmodium penyebab malaria yaitu plasmodium vivax, plasmodium malariae, plasmodium ovale, dan plasmodium falciparum. Plasmodium falciparum merupakan yang paling berbahaya.
Gejala Malaria |
Patofisiologi orang yang dijangkiti malaria ditandai dengan gejala awal yang sering – demam tinggi, menggigil, sakit kepala, mual dan muntah – biasanya muncul 10 sampai 15 hari setelah terinfeksi. Bila tidak mendapatkan pengobatan yang tepat, malaria dapat menyebabkan keseriusan dan sering berakhir dengan kematian. Mereka yang memiliki imunitas rendah terhadap malaria memiliki risiko yang lebih besar. Hal ini berlawanan dengan mereka yang tinggal di daerah endemik karena telah memiliki imunitas terhadap malaria.
1. Identifikasi
Ada empat jenis parasit malaria yang dapat menginfeksi manusia. Untuk membedakan keempat jenis parasit malaria tersebut diperlukan pemeriksaan laboratorium, oleh karena gejala klinis yang ditimbulkan oleh keempat jenis parasit malaria tersebut sama. Apalagi pola demam pada awal infeksi menyerupai pola demam penyakit yang disebabkan organisme lain (bakteri, virus, parasit lain). Bagi penderita yang tinggal di daerah endemis malaria, walaupun di dalam darahnya ditemukan parasit malaria, tidak berarti orang tersebut hanya menderita malaria. Dapat juga pada waktu yang bersamaan orang tresebut menderita penyakit lain (seperti demam kuning fase awal, demam Lassa, demam tifoid). Infeksi oleh plasmodium malaria yang paling serius adalah malaria falciparum (disebut juga tertiana maligna ICD-9 084.0; ICD-10 B50).
Gejala dari malaria falciparum memberikan gambaran klinis yang sangat bervariasi seperti demam, menggigil, berkeringat, batuk, diare, gangguan pernafasan, sakit kepala dan dapat berlanjut menjadi ikterik, gangguan koagulasi, syok, gagal ginjal dan hati, ensefalopati akut, edema paru dan otak, koma, dan berakhir dengan kematian. Hal-hal yang telah disebutkan di atas dapat terjadi pada orang yang belum mempunyai kekebalan terhadap malaria yang baru kembali dari daerah endemis malaria.
Pada orang yang mengalami koma dan gangguan serebral dapat menunjukkan gejaladisorientasi dan delirium. Diagnose dini dan pengobatan dini sangatlah penting dilakukan walaupun terhadap penderita yang hanya menunjukkan gejala ringan oleh karena komplikasi yang terjadi bisa terjadi mendadak dan irreversibel. CFR pada anak dan orang dewasa yang tidak kebal terhadap malaria falciparum dapat mencapai 10 – 40% bahkan lebih.
Jenis malaria lain yang menyerang manusia adalah vivax (tertiana benigna, ICD-9 084.1; ICD-10 B51, malariae (quartana, ICD-9 084.2; ICD-10 B52) dan ovale ICD-9 084.3; ICD-10 B53), pada umumnya infeksi oleh parasit ini tidak mengancam jiwa manusia. Gejala infeksi parasit ini umumnya ringan dimulai dengan rasa lemah, ada kenaikan suhu badan secara perlahan-lahan dalam beberapa hari, kemudian diikuti dengan menggigil dan disertai dengan kenaikan suhu badan yang cepat. Biasanya diikuti dengan sakit kepala, mual dan diakhiri dengan keluar keringan yang banyak. Setelah diikuti dengan interval bebas demam, gejala menggigil, demam dan berkeringat berulang kembali, dapat terjadi tiap hari, dua hari sekali atau tiap 3 hari sekali. Lamanya serangan pada orang yang
pertama kali diserang malaria yang tidak diobati berlangsung selama satu minggu sampai satu bulan atau lebih. Relaps yang sebenarnya ditandai dengan tidak adanya parasitemia dapat berulang sampai jangka waktu 5 tahun. Infeksi malariae dapat bertahan seumur hidup dengan atau tanpa adanya episode serangan demam. Orang yang mempunyai kekebalan parsial atau yang telah memakai obat profilaksis tidak menunjukkan gejala khas malaria dan mempunyai masa inkubasi yang lebih panjang.
Diagnosa dengan konfirmasi laboratorium dipastikan dengan ditemukannya parasit malaria pada sediaan darah. Pemeriksaan mikroskopis yang diulang setiap 12-24 jam mempunyai arti penting karena kepadatan Plasmodium falciparum pada darah tepi yang tidak tentu dan sering parasit tidak ditemukan dengan pemeriksaan sediaan darah tepi pada pasien yang baru terinfeksi malaria atau penderita yang dalam pengobatan malaria. Beberapa cara tes malaria sedang dalam uji coba. Tes dengan menggunakan dipstick mempunyai harapan yang paling baik, tes ini mendeteksi antigen yang beredar didalam darah. Walaupun sudah mendapat lisensi di beberapa negara di dunia akan tetapi di Amerika lisensi baru diberikan pada tahun 1999. Diagnosis dengan menggunakan metode PCR adalah yang paling sensitif, akan tetapi metode ini tidak selalu tersedia di laboratorium diagnosa malaria. Antibodi di dalam darah yang diperiksa dengan tes IFA atau tes lainnya, dapat muncul pada minggu pertama setelah terjadinya infeksi akan tetapi dapat bertahan lama sampai bertahun-tahun tetap beredar didalam darah. Pemeriksaan ini berguna untuk membuktikan riwayat infeksi malaria yang dialami sebelumnya dan tidak untuk mendiagnosa penyakit malaria yang sedang berlangsung.
2. Penyebab infeksi
Parasit Plasmodium vivax, P. malariae, P. falciparum dan P. ovale; parasit golongan sporozoa. Infeksi campuran jarang terjadi di daerah endemis.
3. Distribusi penyakit
Tidak dijumpai lagi daerah endemis malaria di negara-negara yang mempunyai iklim dingin dan subtropis, akan tetapi malaria masih menjadi penyebab utama masalah kesehatan masyarakat di beberapa negara tropis dan subtropis; transmisi malaria yang tinggi dijumpai di daerah pinggiran hutan di Amerika selatan (Brasil), Asia Tenggara (Thailand dan Indonesia) dan di seluruh Sub-Sahara Afrika.
Malaria ovale terdapat terutama di Sub Sahara Afrika dimana frekuensi malaria vivax lebih sedikit. Plasmodium falciparum yang resisten, sukar disembuhkan dengan 4- aminoquinolines (seperti chloroquine) dan obat anti malaria lainnya (seperti sulfapyrimethamine kombinasi dan mefloquine) ditemukan di negara-negara tropis, dikedua
belahan bumi, khususnya di wilayah Amazon dan sebagian Thailand dan Kamboja. P. vivax yang resisten dan sukar disembuhkan dengan pengobatan chloroquine terjadi di Papua New Guinea dan prevalensi di Irian Jaya (Indonesia) dan telah dilaporkan terjadi di Sumatera (Indonesia), di Kepulauan Solomon dan Guyana. Stadium hepatik beberapa jenis P. vivax juga mungkin relatif sudah resisten terhadap pengobatan primaquine. Di AS, ditemukan beberapa orang penderita malaria lokal yang terjadi sejak pertengahan tahun 80-an. Informasi terkini tentang daerah fokus yang sudah resisten terhadap pengobatan malaria diterbitkan tiap tahun oleh WHO dan juga dapat diperoleh dari atau merujuk ke situs web/jaringan CDC: http://www.cdcgov/travel.
4. Reservoir
Hanya manusia menjadi reservoir terpenting untuk malaria. Primata secara alamiah terinfeksi berbagai jenis malaria termasuk P. knowlesi, P. brazilianum, P. inui, P. schwetzi dan P. simium yang dapat menginfeksi manusia di laboratorium percobaan, akan tetapi jarang terjadi penularan/transmisi secara alamiah.
5. Cara penularan
Melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang infektif. Sebagian besar spesies menggigit pada senja hari dan menjelang malam. Beberapa vektor utama mempunyai waktu puncak menggigit pada tengah malam dan menjelang fajar. Setelah nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung parasit pada stadium seksual (gametosit), gamet jantan dan betina bersatu membentuk ookinet di perut nyamuk yang kemudian menembus dinding perut nyamuk dan membentuk kista pada lapisan luar dimana ribuan sporosoit dibentuk. Ini membutuhkan waktu 8-35 hari tergantung pada jenis parasit dan suhu lingkungan tempat dimana vektor berada. Sporosoit-sporosoit tersebut berpindah ke seluruh organ tubuh nyamuk yang terinfeksi dan beberapa mencapai kelenjar ludah nyamuk dan disana menjadi matang dan apabila nyamuk menggigit orang maka sporosoit siap ditularkan.
Didalam tubuh orang yang terkena infeksi, sporosoit memasuki sel-sel hati dan membentuk stadium yang disebut skison eksoeritrositer. Sel-sel hati tersebut pecah dan parasit aseksual (merosoit jaringan) memasuki aliran darah, berkembang (membentuk siklus eritrositer). Umumnya perubahan dari troposoit menjadi skison yang matang dalam darah memerlukan waktu 48-72 jam, sebelum melepaskan 8-30 merosoit eritrositik (tergantung spesies) untuk menyerang eritrosit-eritrosit lain. Gejala klinis terjadi pada tiap siklus karena pecahnya sebagian besar skison-skison eritrositik. Didalam eritrosit-eritrosit yang terinfeksi, beberapa merosoit berkembang menjadi bentuk seksual yaitu gamet jantan (mikrogamet) dan gamet betina (makrogamet).
Periode antara gigitan nyamuk yang terinfeksi dengan ditemukannya parasit dalam sediaan arah tebal disebut “periode prepaten” yang biasanya berlangsung antara 6-12 hari pada P. falciparum, 8-12 hari pada P. vivax dan P. ovale, 12-16 hari pada P. malariae (mungkin lebih singkat atau lebih lama). Penundaan serangan pertama pada beberapa strain P. vivax berlangsung 6-12 bulan setelah gigitan nyamuk.
Gametosit biasanya muncul dalam aliran darah dalam waktu 3 hari setelah parasitemia pada P. vivax dan P. ovale, dan setelah 10-14 hari pada P. falciparum. Beberapa bentuk eksoeritrositik pada P. vivax dan P. ovale mengalami bentuk tidak aktif (hipnosoit) yang tinggal dalam sel-sel hati dan menjadi matang dalam waktu beberapa bulan atau beberapa tahun yang menimbulkan relaps. Fenomena ini tidak terjadi pada malaria falciparum dan malaria malariae, dan gejala-gejala penyakit ini dapat muncul kembali sebagai akibat dari pengobatan yang tidak adekuat atau adanya infeksi dari strain yang resisten. Pada P. malariae sebagian kecil parasit eritrositik dapat menetap bertahan selama beberapa tahun untuk kemudian berkembang biak kembali sampai ke tingkat yang dapat menimbulkan gejala klinis. Malaria juga dapat ditularkan melalui injeksi atau transfusi darah dari orangorang yang terinfeksi atau bila menggunakan jarum suntik yang terkontaminasi seperti pada pengguna narkoba. Penularan kongenital jarang sekali terjadi tetapi bayi lahir mati dari ibu-ibu yang terinfeksi seringkali terjadi.
6. Masa inkubasi
Waktu antara gigitan nyamuk dan munculnya gejala klinis sekitar 7-14 hari untuk P. falciparum, 8-14 hari untukP. Vivax dan P. ovale, dan 7-30 hari untuk P. malariae. Masa inkubasi ini dapat memanjang antara 8-10 bulan terutama pada beberapa strain P. vivax di daerah tropis. Pada infeksi melalui transfusi darah, masa inkubasi tergantung pada jumlah parasit yang masuk dan biasanya singkat tetapi mungkin sampai 2 bulan. Dosis pengobatan yang tidak adekuat seperti pemberian profilaksis yang tidak tepat dapat menyebabkan memanjangnya masa inkubasi.
7. Masa penularan
Nyamuk dapat terinfeksi apabila dalam darah penderita yang diisap oleh nyamuk masih ada gametosit. Keadaan ini bervariasi tergantung pada spesies dan strain dari parasit serta respons seseorang terhadap pengobatan. Pada penderita malaria dengan Plasmodium malariae yang tidak diobati atau tidak diobati dengan benar dapat menjadi sumber penularan selama 3 tahun. Sedangkan untuk vivax berlangsung selama 1-2 tahun dan untuk malaria falciparum umumnya tidak lebih dari satu tahun. Nyamuk tetap infektif seumur hidup mereka. Penularan melalui transfuse darah tetap dapat terjadi semasih ditemukan ada bentuk aseksual dalam darah. Untuk P. malariae dapat berlangsung sampai 40 tahun lebih. Darah yang disimpan didalam lemari pendingin tetap infektif paling sedikit selama sebulan.
8. Kerentanan dan Kekebalan
Setiap orang rentan terhadap penularan kecuali pada mereka yang mempunyai galur genetika spesifik. Toleransi atau daya tahan terhadap munculnya gejala klinis ditemukan pada penduduk dewasa yang tinggal di daerah endemis dimana gigitan nyamuk anopheles berlangsung bertahun-tahun. Kebanyakan orang Afrika yang berkulit hitam mempunyai kekebalan alamiah terhadap infeksi P. vivax dikarenakan mereka tidak memiliki faktor Duffy didalam eritrosit mereka. Mereka yang secara genetik mempunyai sicke cell trait relatif terlindungi terhadap kemungkinan menderita penyakit malaria berat apabilaterinfeksi oleh P. falciparum. Pada orang ini biasanya parasit dalam darah mereka rendah.
9. Cara-cara emberantasan
A. Cara-cara Pencegahan
I. Pencegahan berbasis masyarakat
1) Masyarakatkan perilaku hidup bersih dan sehat antara lain dengan memperhatikan kebersihan lingkungan untuk menghilangkan tempat-tempat perindukan nyamuk. Gerakan kebersihan lingkungan ini dapat menghilangkan tempat-tempat perindukan nyamuk secara permanen dari lingkungan pemukiman. Air tergenang dialirkan, dikeringkan atau ditimbun. Saluran-saluran dkolam-kolam air dibersihkan. Aliran air pada selokan dan pairt-parit dipercepat. Untuk keadaan tertentu dapat digunakan bahan kimia atau cara-cara biologis untuk menghilangkan larva.
2) Sebelum dilakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida dengan efek residual terhadap nyamuk dewasa, lakukan telaah yang teliti terhadap bionomik dari nyamuk di daerah tersebut. Telaah bionomik ini perlu juga dilakukan di daerah dimana sifat-sifat nyamuk anopheles istirahat dan menghisap darah di dalam rumah (vektor yang endophilic dan endophagic). Penyemprotan saja dengan insektisida dengan efek residual pada tembok di pemukiman penduduk tidak akan menghilangkan vektor nyamuk secara permanen. Apalagi kalau vektor sudah resisten terhadap pestisida, maka penyemprotan didalam rumah menjadi sia-sia, atau kalau nyamuknya tidak pernah masuk ke dalam rumah.
3) Dibawah ini tercantum hal-hal penting yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pemberantasan vector secara terpadu:
a) Harus ada akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan diagnosa dan pengobatan dini;
b) Lakukan kerja sama lintas sektoral untuk mengawasi pola pergerakan dan migrasi penduduk. Pola ini membantu untuk mengetahui kemungkinan penyebaran plasmodium ke daerah baru yang mempunyai ekologi yang memungkinkan terjadinya penularan.
c) Lakukan penyuluhan kesehatan masyarakat secara masif dengan sasaran penduduk yang mempunyai risiko tinggi tertulari tentang cara-cara melindungi diri terhadap penularan.
d) Lakukan diagnosa dan pengobatan dini terhadap penderita malaria akut maupun kronis oleh karena kematian penderita malaria yang terinfeksi oleh P. falciparum karena lambatnya diagnosa dan pengobatan.
e) Setiap donor darah harus ditanyai tentang riwayat apakah yang bersangkutan pernah menderita malaria atau pernah bepergian ke daerah yang endemis malaria. Donor yang tinggal di daerah nonendemis yang berkunjung ke daerah endemis dan tidak menunjukkan gejala klinis malaria diperbolehkan menyumbangkan darah mereka 6 bulan setelah kunjungan ke daerah endemis tersebut (di Amerika Serikat adalah satu tahun). Orang ini pada waktu berkunjung ke daerah endemis tidak mendapatkan pengobatan profilaktik. Bagi mereka yang berkunjung ke daerah endemis dalam jangka waktu cukup lama yaitu 6 bulan lebih namun telah mendapatkan profilaktik terhadap malaria dan tidak menunjukkan gejala klinis malaria, dan bagi mereka yang berimigrasi atau mengunjungi daerah endemis diijinkan untuk menjadi donor
3 tahun setelah pemberian pengobatan profilaktik malaria, dengan catatan mereka tetap tidak menunjukkan gejala klinis malaria. Mereka yang tinggal atau berkunjung ke daerah endemis malaria, selama lebih dari 6 bulan, dianggap sebagai penduduk daerah tersebut sehingga apabila mereka akan menjadi donor harus dilakukan evaluasi dengan cermat dan dianggap sebagai sama dengan imigran dari daerah itu. Karena data menunjukkan bahwa sejak lama para donor yang berasal dari daerah endemis malaria selalu merupakan sumber infeksi penularan melalui transfusi. Daerah yang dianggap endemis malaria tidak saja daerah-daerah endemis di benua Amerika, Afrika tropis, Papua New Guinea, Asia Selatan dan Asia Tengara tetapi juga daerah Mediterania di Eropa dimana saat ini daerah tersebut sudah tidak ada lagi penularan malaria.
II. Tindakan pencegahan perorangan
Oleh karena belakangan ini malaria merebak kembali dalam beberapa dekade terakhir maka cara-cara pencegahan dan pengobatan diuraikan secara detail. Bagi mereka yang melakukan perjalanan ke daerah endemis malaria harus memperhatikan hal-hal berikut:
- Menghindari diri dari gigitan nyamuk adalah hal yang paling utama.
- Tidak ada obat anti malaria profilaktik yang dapat memberikan perlindungan sepenuhnya.
- Obat anti malaria untuk tujuan profilaktik tidak harus secara otomatis diberikan kepada para pelancong yang berkunjung ke daerah malaria.
- Para pelancong dianjurkan untuk membawa obat anti malaria “stand by” untuk keadaan darurat pada saat mengalami demam jika berkunjung ke daerah endemis malaria falciparum dimana di daerah tersebut tidak ada fasilitas pengobatan yang memadai.
1) Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menghindari gigitan nyamuk sebagai berikut:
a. Jangan bepergian antara senja dan malam hari karena pada saat itu umumnya nyamuk menggigit. Kenakan celana panjang dan baju lengan panjang dengan warna terang karena warna gelap menarik perhatian nyamuk.
b. Gunakan repelan pada kulit yang terbuka; repelan yang dipakai dipilih yang mengandung N,N-diethyl-m-toluamide (Deet ®) atau dimethyl phthalate.
c. Tinggallah dalam rumah yang mempunyai konstruksi yang baik dan gedung yang terpelihara dengan baik yang terletak di daerah bagian perkotaan yang paling maju.
d. Gunakan kawat kasa anti nyamuk pada pintu dan jendela, jika tidak ada tutuplah jendela dan pintu pada malam hari.
e. Jika tempat tinggal dapat dimasuki nyamuk gunakanlah kelambu pada tempat tidur, dengan sudutnya dimasukkan di bawah sudut kasur dan pastikan kelambu tersebut tidak robek dan tidak ada nyamuk didalamnya.
f. Gunakan alat penyemprot atau dispenser insektisida yang berisi tablet yang mengandung pyrethroid atau obat nyamuk bakar pyrethroid di kamar tidur pada malam hari.
2) Untuk orang yang terpajan atau yang akan terpajan nyamuk di daerah malaria harus diberi penjelasan sebagai berikut:
a. Bahwa risiko malaria bervariasi antar negara dan antar daerah dalam suatu negara, daftar negara-negara endemis malaria dapat dilihat di publikasi tahunan WHO yaitu pada International Travel and Health ISBN-9241580208.
b. Ibu hamil dan anak-anak sangat rentan untuk mendapatkan malaria berat atau malaria dengan komplikasinya.
c. Malaria dapat menyebabkan kematian jika pengobatannya terlambat. Pencarian pertolongan medis harus segera dilakukan jika yang bersangkutan dicurigai menderita malaria. Pemeriksaan parasit malaria pada darah harus dilakukan lebih dari satu kali dengan selang waktu beberapa jam.
d. Gejala malaria dapat ringan; seseorang harus kita curigai menderita malaria kalau 1 minggu setelah berkunjung ke daerah endemis yang bersangkutan menunjukkan gejala panas, lemah, sakit kepala, sakit otot dan tulang, segera lakukan pengobatan.
3) Ibu hamil dan orang tua harus diberikan penyuluhan tentang:
a. bahwa malaria pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko kematian janin, keguguran, stillbirth dan kematian bayi yang baru lahir.
b. Jangan berkunjung ke daerah malaria kecuali terpaksa.
c. Untuk melakukan proteksi terhadap gigitan nyamuk harus dilakukan upaya ekstra hati-hati dan cermat.
d. Klorokuin (5,0 mg/kgBB/minggu setara dengan 8,0 mg garam diphosphate/kgBB/minggu; 6.8 mg dalam bentuk garam sulfat/kgBB/minggu dan 6.1 mg dalam bentuk garam hidroksiklorida/kgBB/minggu) dan proguanil (3.0 mg/kgBB/hari yang setara dengan 3.4 mg bentuk garam hidroklorida/kgBB/hari) diminum untuk pengobatan pencegahan (proguanil tidak tersedia di pasaran di Amerika Serikat). Di daerah dimana P. falciparum sudah resisten terhadap klorokuin dan proguanil harus diberikan pada triwulan
pertama kehamilan, pengobatan pencegahan dengan meflokuin (5.0 mg/kgBB/minggu yang setara dapat dipertimbangkan, pemberian dapat diberikan pada bulan keempat kehamilan.
e. Pengobatan pencegahan dengan doksisiklin tidak boleh diberikan.
f. Jika dicurigai seseorang menderita malaria maka pertolongan untuk mendapatkan pengobatan harus segera dilakukan. Pengobatan darurat dapat diberikan apabila di tempat tersebut tidak tersedia fasilitas pengobatan, maka pencarian pengobatan selanjutnya dilakukan setelah pemberian pengobatan darurat tersebut (lihat 9A114 dan 9A115c di bawah ini).
g. Pemberian obat untuk profilaksis malaria sangat penting untuk melindungi anak-anak. Klorokuin (5 mg/kgBB/minggu) ditambah dengan proguanil (3 mg/kgBB/hari) aman diberikan kepada bayi (proguanil tidak tersedia di Amerika Serikat).
h. Penggunaan meflokuin untuk profilaksis dapat diberikan kepada wanita usia subur dengan dosis 5 mg/kgBB/minggu tetapi kehamilan harus dihindari sampai 3 bulan setelah berhenti minum meflokuin. Dari bukti-bukti yang dikumpulkan menunjukkan bahwa pemberian pengobatan pencegahan dengan meflokuin yang dilakukan sembarangan pada wanita hamil dan dari data uji klinik tidak menunjukkkan adanya efek embriotoksik atau teratogenik. Meflokuin dapat diberikan pada trimester kedua dan ketiga. Data tentang pemberian meflokuin pada trimester pertama sangat terbatas. Pada kehamilan yang tidak dikehendaki pemberian meflokuin profilaksis tidak dimaksudkan untuk menggugurkan kandungan.
i. Pengobatan profilaksis dengan doksisiklin (1,5 mg dalam bentuk garam dihidroklorida/kgBB/hari) dapat diberikan kepada wanita usia subur akan tetapi kehamilan harus dihindari dalam waktu 1 minggu setelah minum obat ini.
j. Jika terjadi kehamilan selama pemakaian obat anti malaria profilaksis (kecuali klorokuin dan proguanil) dokter harus memberi penjelasan kepada ibu tersebut kemungkinan terjadinya kelainan congenital pada bayi yang dilahirkan sesuai dengan penjelasan yang tertera dalam brosur dari pabrik.
4) Pengobatan siaga malaria: Faktor yang paling penting yang menentukan hidup matinya penderita malaria falciparum adalah kemampuan untuk menegakkan diagnosis dini dan memberikan pengobatan dini. Semua orang yang belum kebal terhadap malaria jika mereka terpajan atau terinfeksi malaria maka mereka harus segera mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan yang tepat jika diduga menderita malaria. Namun sebagian kecil orang yang terpajan sulit mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan dini, mereka biasanya berada 12-24 jam dari fasilitas kesehatan yang terdekat. Pada situasi seperti ini WHO menganjurkan agar orang-orang ini dibekali obat anti malaria agar dapat melakukan pengobatan sendiri. Kepada mereka diberi penjelasan tentang gejala-gejala malaria, dosis dan cara pemakaian obat, gejala-gejala efek samping obat dan apa yang harus dilakukan jika pengobatan gagal. Mereka juga diberi penjelasan bahwa pengobatan sendiri yang mereka lakukan bersifat sementara, selanjutnya mereka harus pergi ke dokter.
5) Upaya pencegahan: Orang-orang yang tidak mempunyai imunitas terhadap malaria yang akan terpajan dengan nyamuk di daerah endemis harus melakukan upaya perlindungan terhadap gigitan nyamuk dan lebih baik sebelumnya minum obat profilaksis untuk mencegah malaria. Kemungkinan timbulnya efek samping akibat pemakaian satu jenis obat atau obat kombinasi dalam jangka panjang (sampai 3-5 bulan) yang dianjurkan pemakaiannya untuk suatu daerah perlu dipertimbangkan masak-masak. Para pelancong maupun penduduk setempat yang tinggal di daerah endemis malaria seperti daerah perkotaan di Asia Tenggara dan Amerika selatan, kemungkinan mereka tidak terpajan dengan malaria sehingga tidak perlu diberikan pengobatan profilaksis. Namun beberapa negara seperti anak benua India, mereka yang tinggal dan berkunjung di daerah perkotaan juga mempunyai risiko terpajan dengan malaria. Dalam hal ini perlu diberikan pengobatan profilaksis. Mengingat bahwa cepat sekali terjadi resistensi maka informasi tentang resistensi obat di suatu wilayah harus dilihat sebelum memberikan pengobatan.
a. Sebelum tahun 1999 untuk daerah endemis malaria seperti di Amerika Tengah,bagian barat terusan Panama, Pulau Hispaniola, Haiti dan Republik Dominika, daerah endemis malaria di Timur Tengah dan daratan Cina, plasmodium masih sensitif terhadap klorokuin. Untuk daerah yang masih sensitif terhadap klorokuin maka untuk menekan agar tidak timbul malaria pada orang-orang yang non imun yang tinggal atau berkunjung ke daerah endemis malaria diberikan pengobatan sebagai berikut: Klorokuin (Aralen, 5 mg basa/kgBB, 300 mg basa atau 500 mg klorokuin fosfat untuk orang dewasa) diberikan seminggu sekali atau hidroksiklorokuin (praquenil 5 mg basa/kgBB – dosis dewasa 310 mg basa atau 400 mg dalam bentuk garam). Tidak ada kontraindikasi pemberian klorokuin untuk wanita hamil. Obat ini harus diteruskan dengan dosis dan jadwal yang sama sampai dengan 4 minggu setelah meninggalkan tempat endemis. Timbul efek samping yang ringan apabila obat diminum saat makan atau obat yang diminum adalah hidroklorokuin. Penderita psoriasis yang minum obat klorokuin gejalanya akan bertambah berat (terutama dikalangan orang kulit hitam di Afrika dan Amerika). Terjadi interferensi dengan respons imunitas pemberian vaksin rabies yang diberikan intradermal pada saat diberikan pengobatan klorokuin.
b. Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap pendatang yang berkunjung ke daerah dimana P. falciparum sudah resisten terhadap klorokuin (Asia Tenggara, Afrika bagian Sub Sahara, di daerah hutan hujan di Amerika bagian selatan dan Pulau Pasifik Barat) direkomendasikan untuk memberikan meflokuin saja (5 mg/kgBB/minggu). Untuk mencegah malaria pemberian obat dilakukan setiap minggu; mulai minum obat 1-2 minggu sebelum mengadakan perjalanan ke tempat tersebut dan dilanjutkan setiap minggu selama dalam perjalanan atau tinggal di daerah endemis malaria dan selama 4 minggu setelah kembali dari daerah tersebut. Meflokuin hanya kontraindikasi untuk diberikan kepada orang yang sensitif. Tidak direkomendasikan untuk diberikan kepada orang yang sedang hamil pada trimester pertama kehamilan kecuali mereka terpajan dengan malaria P. falciparum yang sudah resisten terhadap klorokuin (lihat 9A II 3 h tersebut di atas). Pengobatan pencegahan tidak diberikan dalam waktu lebih dari 12-20 minggu dengan obat yang sama. Bagi penduduk yang tinggal di daerah risiko tinggi malaria dimana terjadi penularan malaria yang bersifat musiman maka upaya pencegahan terhadap gigitan nyamuk perlu ditingkatkan sebagai pertimbangan alternatif terhadap pemberian pengobatan profilaksis jangka panjang dimana kemungkinan terjadi efek samping sangat besar. Sampai akhir tahun 1999 meflokuin tidak direkomendasikan untuk diberikan kepada individu dengan aritmia jantung, atau kepada orang dengan riwayat epilepsy atau dengan gangguan jiwa berat; pada keadaan tersebut tidak diperkenankan diberikan meflokuin dan apabila mereka berkunjung ke daerah endemis malaria di Thailand (daerah hutan di desa yang berbatasan dengan Kamboja dan Myanmar) mereka diberikan doxycycline saja 100 mg/hari sebagai obat alternative. Doxycycline mungkin dapat menyebabkan diare, Candida vaginitis dan peka terhadap cahaya. Doxycycline tidak boleh diberikan kepada orang yang sedang hamil dan anakanak umur kurang dari 8 tahun. Untuk pencegahan, Doxycycline diminum 1-2 hari sebelum berkunjung ke daerah endemis malaria. Perjalanan yang membutuhkan waktu lama dan mempunyai risiko terhadap infeksi malaria P. falciparum dimana pemberian meflokuin dan doxycycline merupakan kontraindikasi maka terhadap orang tersebut diberikan klorokuin seminggu sekali. Di Afrika dengan data yang sangat terbatas diketahui bahwa pemberian proguanil (Paludrine, 200 mg) yang diberikan setiap hari selain klorokuin memberikan hasil lebih efektif, tetapi kombinasi ini tidak memberikan hasil yang sama untuk semua orang; di Asia dan Oseania proguanil yang ditambahkan pada klorokuin tidak bermanfaat (di Amerika Serikat proguanil tidak tersedia). Pengunjung dengan kategori tersebut di atas dianjurkan membawa obat anti malaria yang dipakai di daerah tersebut atau membawa Fansidar® (Sulfadoxine 500/pyrimethamine 25 mg) kecuali orang tersebut mempunyai riwayat sensitif terhadap sulfonamide. Bagi penderita yang mengalami demam dimana tenaga medis profesional tidak ada maka terhadap orang tersebut harus diberikan dosis anti malaria yang lengkap (Fansidar® dosis untuk orang dewasa 3 tablet sekaligus) dan selanjutnya sesegera mungkin dikonsultasikan ke dokter. Ditekankan bahwa melakukan pengobatan presumptive seperti itu adalah tindakan darurat dan selanjutnya harus dilakukan evaluasi medis.
Pada tahun 1990 dilaporkan haisl penelitian klinis di daerah dimana telah terjadi resistensi terhadap klorokuin baik terhadap P. vivax maupun P. falciparum, obat alternative untuk orang dewasa yang tidak mempunyai defisiensi glukosa 6-phosphat dehydrogenase (G6-PD) dan untuk wanita yang tidak hamil dan tidak menyusui obat profilaksis alternatif adalah Primaquine 0,5 mg/kg berat badan, dimulai pada hari pertama terpajan dan dilanjutkan selama 1 minggu sesudah meninggalkan daerah endemis malaria. Jika dilakukan dengan benar pengobatan tersebut efektif mencegah 95% infeksi P. falciparum dan 85%-90% untuk P. vivax di daerah Pasifik Selatan dan Amerika Selatan. Efek samping pengobatan yang biasanya timbul adalah nyeri lambung atau sakit perut dan muntah pada <10% orang yang menerima pengobatan tersebut. Untuk orang yang terpajan dalam waktu lama dimana primaquine diberikan lebih dari 50 minggu menyebabkan terjadi peningkatan kadar methahemoglobin sampai 5,8%; dan akan turun turun setengahnya dalam 1 minggu sesudah pemberian primaquine dihentikan.
c. Obat-obatan profilaktik supresif terhadap P. vivax dan P. ovale tidakmembunuh parasit dalam hati, oleh karena itu setiap saat dapat kambuh lagi penyakitnya setelah obat anti malaria tersebut dihentikan. Primaquine 0,3 mg/kg berat badan/hari yang diberikan selama 14 hari (15 mg basa atau 26.3 mg Primaquine phosphate untuk orang dewasa) sering bermanfaat diberikan kepada orang yang tinggal di daerah endemis malaria dan diberikan bersamasama atau sebagai lanjutan pemberian obat-obatan supresif. Namun pengobatan tersebut di atas dapat menimbulkan hemolisis pada orang dengan defisiensi G6-PD. Pertimbangan pemberian primaquine harus dilihat kasus demi kasus setelah melihat kemungkinan risiko terhadap timbulnya reaksi obat dan hanya diberikan kepada orang-orang yang akan tinggal dan terpajan dalam waktu yang lama sebagai contoh para biarawan dan biarawati, sukarelawan untuk perdamaian dan personil militer. Dosis lebih tinggi diberikan setiap hari (30 mg sebagai basa) untuk negara-negara Asia Tenggara dan negara-negara Pasifik Selatan dan beberapa negara Amerika Selatan. Sebagai alternatif primaquine 0,75 mg basa/kg berat badan dapat diberikan setiap minggu 8 dosis (45 mg basa atau 79 mg primaquine phosphate untuk orang dewasa) setelah meninggalkan daerah endemis. Sebelum diberikan primaquine sebaiknya dilakukan pemeriksaan G6-PD. Primaquine tidak dianjurkan untuk diberikan kepada orang yang sedang hamil; Chloroquine dilanjutkan pemberiannya setiap minggu selama masa kehamilan.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar
1) Laporan kepada institusi kesehatan; wajib dilaporkan kalau ditemukan kasus, karena termasuk dalam program pengamatan oleh WHO, termasuk penyakit Kelas 1A (Lihat laporan penyakit menular) pada daerah tidak endemis, dilakukan pemeriksaan preparat apus untuk konfirmasi terhadap malaria (di Amerika Serikat); kelas 3C dilakukan pada daerah endemis malaria.
2) Isolasi: Untuk pasien yang baru saja sembuh, lakukan kewaspadaan terhadap darah pasien tersebut. Pasien pada senja dan dini hari agar dijaga tidak digigit nyamuk.
3) Disinfeksi: Tidak ada.
4) Karantina: Tidak ada.
5) Imunisasi kontak: Tidak dianjurkan.
6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Menentukan adanya riwayat kasus sebelum terjadinya infeksi atau kemungkinan terpajan. Jika ada pasien yang mempunyai riwayat menggunakan jarum suntik bergantian, laukan Investigasi dan semua orang tersebut diberikan pengobatanPenderita yang mendapat malaria karena transfusi, terhadap semua donor dilakukan pemeriksaan darahnya apakah mengandung positif parasit malaria atau adanya antibodi positif terhadap malaria, apabila positif malaria maka harus diberikan pengobatan.
7) Pengobatan spesifik untuk semua tipe malaria:
a) Pengobatan untuk mereka yang terinfeksi malaria adalah dengan menggunakan chloroquine terhadap P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale yang
masih sensitif terhadap obat tersebut dapat diberikan peroral (diminum) dengan jumlah dosis 25 mg chloroquine/kg berat badan diberikan lebih dari 3 hari, dosis 15 mg dapat diberikan pada hari pertama (10 mg/kg berat badan dosis awal dan 5 mg/kg berat badan 6 jam berikutnya; 600 mg dan 300 mg dosis untuk orang dewasa); hari kedua diberikan 5 mg/kg berat badan dan hari ketiga diberikan 5 mg/kg berat badan. Untuk daerah Oseania dimana malaria vivax mungkin sudah resisten terhadap klorokuin, penderita yang sudah diberi pengobatan, diberi pengobatan ulang atau diberikan dosis tunggal mefloquine 25 mg/kg berat badan.
b) Untuk pengobatan darurat bagi orang dewasa yang terinfeksi malaria dengan komplikasi berat atau untuk orang yang tidak memungkinkan diberikan obat peroral dapat diberikan obat Quinine dihydrochloride, diberikan 20 mg/kg berat badan dilarutkan dalam 500 ml NaCl, glukosa atau plasma dan diberikan secara intravena pelan dalam waktu (lebih 2-4 jam) bila perlu diulang setiap 8 jam (10 mg/kg berat badan) kemudian diteruskan dengan dosis yang diturunkan setiap 8 jam sampai dengan saat penderita dapat diberikan Quinine peroral. Dosis pengobatan pada anak per kg BB adalah sama. Apabila setelah 48 jam pengobatan penderita cenderung membaik dan kadar obat tidak bisa dimonitor maka dosis pengobatan diturunkan 30%; efek samping yang timbul umumnya hipoglikemia. Di Amerika, obat suntikan Quinine tidak tersedia, tetapi diganti dengan Quinidine injeksi yang sama efektifnya untuk pengobatan malaria berat. Dosis yang diberikan adalah 10 mg Quinidine gluconate sebagai basa/kg berat badan diberikan intravena dalam waktu 1-2 jam diikuti dengan infus yang konstan dengan jumlah tetesan sebesar 0,02 mg/kg berat badan/menit. Selama pengobatan perlu dilakukan pengawasan terhadap lancarnya tetesan cairan, tekanan darah, pengamatan terhadap fungsi jantung, keseimbangan cairan dan elektroklit melalui CVP (central venous pressure). Infus quinidine tetesannya dipelankan atau dihentikan apabila interval QT lebih 0,6 detik dan kompleks QRS meningkat lebih dari 50% atau penurunan tekanan darah tidak responsif terhadap pemberian cairan. Pemberian cairan maksimal boleh diberikan sampai dengan 72 jam. Semua obat yang diberikan secara parenteral dihentikan secepat mungkin segera setelah obat peroral dapat diberikan. Pada infeksi malaria falciparum berat terutama yang disertai dengan gangguan kejiwaan dan dengan parasitemia yang mencapai 10% maka perlu dipertimbangkan untuk melakukan exchange transfusion apabila terjadi infeksi malaria khususnya malaria berat yang didapat dari daerah resisten quinine (seperti yang terjadi pada akhir tahun 1999 di daerah perbatasan Thailand). Dalam keadaan seperti ini berikan artemether intramuskuler (3,2 mg/kg berat badan pada hari pertama, dilanjutkan dengan 1,6 mg/kg BB/hari), atau artesunate intravena atau intramuskuler (2 mg/kg berat badan pada haripertama, dilanjutkan dengan 1 mg/kg berat badan tiap hari). Pada kasus dengan hiperparasitemia artesunate diberikan dengan dosis 1 mg/kg berat badan 4-6 jam sesudah dosis pertama. Untuk mencegah terjadinya neurotoksisitas maka pemberian obat tersebut tidak boleh lebih dari 5-7 hari atau sampai pasien bisa menelan obat malaria oral yang efektif seperti mefloquinine dengan dosis 25 mg/kg BB. Obat ini tidak tersedia di pasaran Amerika Serikat, pemberiannya hanya boleh jika dikombinasikan dengan obat anti malaria lain.
c) Untuk infeksi malaria P. falciparum yang didapat di daerah dimana ditemukan strain yang resisten terhadap chloroquine, pengobatan dilakukan dengan memberikan quinine 50 mg/kg berat badan/hari dibagi dalam 3 dosis selama 3-7 hari (untuk infeksi malaria berat, berikan quinine intravena seperti yang telah dijelaskan di atas). Bersamaan dengan pemberian quinine, diberikan juga doxycycline (2 mg/kg berat badan/2 kali perhari, dosis pemakaian maksimum adalah 100 mg/dosis) atau berikan tetrasiklin (20 mg/kg berat badan dengan dosis maksimum 250 mg perhari) diberikan dalam 4 dosis perhari selama 7 hari. Quinine dihentikan setelah 3 hari kecuali untuk infeksi malaria yang diperoleh di Thailand dan Amazone, pemberian quinine harus dilanjutkan pengobatannya sampai 7 hari. Mefloquine (15-25 mg/kg berat badan) sangat efektif untuk pengobatan P. falciparum yang resisten terhadap chloroquine namun mefloquine tidak efektif untuk mengobati malaria P. falciparum yang terdapat di Thailand, negara tetangganya dan Brazilia. Mengingat banyak sekali ditemukan daerah-daerah dengan kecenderungan terjadi resistensi terhadap obat antimalaria, maka agar upaya pengobatan terhadap penderita malaria dapat berhasil baik perlu dilakukan pemetaan yang baik tentang pola resistensi obat di daerah-daerah dimana terjadi penularan malaria.
d) Untuk pengobatan infeksi malaria P. vivax yang terjadi di Papua New Guinea atau Irian Jaya (Indonesia) digunakan mefloquine (15 mg/kg berat badan dosis tunggal). Halofantrine mungkin dapat digunakan sebagai obat alternatif. Baca petunjuk yang tertulis dalam kemasan obat.
e) Untuk mencegah adanya infeksi ulang karena digigit nyamuk yang mengandung malaria P. vivax dan P. ovale berikan pengobatan dengan primaquine seperti yang telah dijelaskan pada nomor 9A5C tersebut di atas; sebagai pelengkap pengobatan kasus yang akut terhadap semua penderita maka dilakukan tes (khususnya orang kulit hitam Afrika, orang kulit hitam Afrika yang tinggal di Amerika, orang Asia dan orang Mediteranian) untuk mengetahui adanya defisiensi G6-PD agar tidak terjadi hemolisis karena obat. Banyak orang Afrika dan orang Afrika yang tinggal di Amerika yang toleran terhadap hemolisis walaupun demikian perlu dipertimbangkan untuk menghentikan segera pemberian primaquine. Bagaimanapun manfaat dan kerugian kemungkinan terjadinya hemolisis harus dikaji secara seimbang terhadap kemungkinan kambuhnya infeksi malaria. Primaquine tidak dianjurkan pemberiannya bagi orang yang terkena infeksi malaria bukan oleh gigitan nyamuk (sebagai contoh karena transfusi darah) oleh karena dengan cara penularan infeksi malaria seperti ini tidak ada fase hati.
C. Penanggulangan Wabah
Buat pemetaan tentang sebab dan luasnya situasi KLB malaria. Lakukan deteksi kasus secara intensif dan intensifkan upaya pemberantasan vektor baik terhadap nyamuk dewasa maupun terhadap stadium larva. Lakukan gerakan untuk menghilangkan tempat-tempat perindukan nyamuk. Obati semua penderita malaria; kenakan pakaian pelindung diri untuk menghindari gigitan nyamuk; berikan pengobatan supresif. Pengobatan massal masih dapat dipertimbangkan.
D. Implikasi Bencana
Sepanjang catatan sejarah, malaria sering merebak bersamaan dengan terjadinya peperangan dan kerusuhan sosial. Perubahan cuaca dan perubahan lingkungan yang menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah dan luas wilayah tempat perindukan nyamuk di daerah endemis akan menyebabkan peningkatan jumlah penderita malaria.
E. Tindakan Internasional
1. Tindakan Internasional yang penting sebagai berikut:
a. Melakukan pembebasan terhadap serangga didalam pesawat udara sebelum naik pesawat (boarding) atau pada waktu singgah, dilakukan penyemprotan dengan insektisida dimana vektor nyamuk masih rentan terhadap insektisida tersebut.
b. Lakukan penyemprotan terhadap pesawat udara, kapal laut dan alat transportasi yang lain pada saat kedatangan sesuai dengan kewenangan dan peraturan kesehatan setempat, hal tersebut dilakukan karena kemungkinan adanya vektor malaria yang masuk ke dalam alat-alat transportasi tersebut.
2. Tindakan khusus dilakukan dengan pemberian obat anti malaria kepada pendatang (pengungsi, pekerja musiman dan orang-orang yang pindah secara serentak dari daerah bebas malaria) yang berpotensi terkena malaria, kepada mereka diberikan primaquine 30-45 mg sebagai obat dasar (0,5-0,75 mg/kg BB) dengan dosis tunggal, menjadikan gamotosit malaria P. falciparum tidak lagi menular.
3. Malaria merupakan penyakit dibawah pengawasan WHO. Pemberantasan malaria masuk kedalam strategi utama program WHO dalam pengembangan Primary Health Care. Negara-negara anggota WHO secara berkala setahun sekali diharapkan melaporkan hal-hal yang tercantum di bawah ini:
a. Daerah malaria yang saat ini tidak lagi ada risiko terinfeksi malaria.
b. Kasus impor (kasus yang datang dari daerah lain) masuk ke daerah bebas malaria
yang berpotensi menularkan malaria.
c. Daerah dengan strain yang resisten chloroquine.
d. Pelabuhan udara/laut Internasional yang bebas malaria.
4. Manfaatkan Pusat-pusat Kerja sama WHO.
Sumber : Buku Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17
ConversionConversion EmoticonEmoticon